Selamat Datang di Blognya Darmayasa. Terimakasih Atas Kunjungannya... Jangan lupa isi Buku Tamu & Komentar Kamu!

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)


Gambar: Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang lebih kurang 25cm, dari suku Sturnidae. Jalak Bali memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Burung jantan dan betina serupa.
Endemik Indonesia, Jalak Bali hanya ditemukan di hutan bagian barat Pulau Bali. Burung ini juga merupakan satu-satunya spesies endemik Bali dan pada tahun 1991 dinobatkan sebagai lambang fauna Provinsi Bali. Keberadaan hewan endemik ini dilindungi undang-undang. Jalak Bali ditemukan pertama kali pada tahun 1910. Nama ilmiah Jalak Bali dinamakan menurut pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, sebagai orang pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Karena penampilannya yang indah dan elok, jalak Bali menjadi salah satu burung yang paling diminati oleh para kolektor dan pemelihara burung. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta daerah burung ini ditemukan sangat terbatas menyebabkan populasi burung ini cepat menyusut dan terancam punah dalam waktu singkat. Untuk mencegah hal ini sampai terjadi, sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia menjalankan program penangkaran jalak Bali. Jalak Bali dinilai statusnya sebagai kritis di dalam IUCN Red List serta didaftarkan dalam CITES Appendix I.


Orang memang mengenalnya sebagai Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), meski nama aslinya adalah curik bali. Burung ini tidak lebih dari 25 cm, berbulu putih bersih dengan ujung ekor dan sayap berwarna hitam. Warna biru di seputar mata dan kaki membuatnya cantik, meski jalak bali banyak diminati orang karena kicauannya yang indah. Jalak bali adalah binatang endemik karena hanya dapat ditemukan di Bali. Namun, keberhasilan penangkaran membuat jalak bali kini bisa ditemui di mana-mana: Eropa, Jepang, Jawa, meski mereka hidup dalam kandang. Di habitat aslinya, jalak bali sangat rawan perburuan sehingga populasinya diperkirakan tinggal belasan. Selain itu, kerusakan lingkungan yang masih terjadi di Taman Nasional Bali Barat turut menghambat pertumbuhan populasi burung ini. Tidak mengherankan bila survei terbaru yang dilakukan awal tahun 2005 hanya menemukan lima ekor jalak bali di alam. Musim kawin jalak bali biasanya berlangsung Oktober-November, mereka membuat sarang di pepohonan dengan tinggi kurang dari 175 cm. Mereka suka semak-semak dan pohon palem di tempat terbuka, berbatasan dengan kawasan hutan yang rimbun dan tertutup. Bahkan, di masa lalu tak jarang dijumpai jalak bali yang membuat sarang di perkebunan kelapa dekat permukiman penduduk. Kesukaannya hidup di tempat terbuka ini pula yang membuat mereka mudah ditangkap di alam.Untuk mengembalikan populasi jalak bali, tidak hanya penangkaran yang dilakukan tetapi juga upaya penyelamatan dan penjagaan hutan yang menjadi habitatnya.
Sejarah
Pertama kali dilaporkan penemuannya oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Atas rekomendasi Stressmann, Dr. Baron Victor Von Plessenn mengadakan penelitian lanjutan (tahun 1925) dan menemukan penyebaran burung Jalak Bali mulai dari Bubunan sampai dengan Gilimanuk dengan perkiraan luas penyebaran 320 km2. Pada tahun 1928 sejumlah 5 ekor Jalak Bali di bawa ke Inggeris dan berhasil dibiakkan pada tahun 1931. Kebun Binatang Sandiego di Amerika Serikat mengembangbiakkan Jalak Bali dalam tahun 1962 (Rindjin, 1989).

Status
  • Sejak tahun 1966, IUCN ( International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) telah memasukan Jalak bali ke dalam Red Data Book, yaitu buku yang memuat jenis flora dan fauna yang terancam punah.
  • Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES ( Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) Jalak bali ter daftar dalam Appendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan.
  • Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970, yang menerangkan antara lain burung Jalak Bali dilindungi undang-undang.
  • Dikatagorikan sebagai jenis satwa endemik Bali, yaitu satwa tersebut hanya terdapat di Pulau Bali (saat ini hanya di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat), dan secara hidupan liar tidak pernah dijumpai dibelahan bumi manapun di dunia ini.
  • Oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali dijadikan sebagai Fauna Symbol Propinsi Bali.

Gambar: Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)
Morfologi
Dalam Biologi, Jalak Bali mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Phylum (Chordata), Ordo (Aves), Family (Sturnidae), Species (Leucopsar rothschildi Stressmann 1912) dengan nama lokal Jalak Bali, Curik Putih, Jalak Putih Bali.
Adapun ciri-ciri/karakteristik dari Jalak Bali dapat dikemukakan sebagai berikut :
  • Bulu
    Sebagian besar bulu Jalak Bali berwarna putih bersih, kecuali bulu ekor dan ujung sayapnya berwarna hitam.
  • Mata
    Mata berwarna coklat tua, daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan warna biru tua.
  • Jambul
    Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jenis kelamin jantan maupun pada betina.
  • Kaki
    Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan 4 jari jemari (1 ke belakang dan 3 ke depan).
  • Paruh
    Paruh runcing dengan panjang 2 - 5 cm, dengan bentuk yang khas dimana pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak. Warna paruh abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan.
  • Ukuran
    Sulit membedakan ukuran badan burung Jalak Bali jantan dan betina, namun secara umum yang jantan agak lebih besar dan memiliki kuncir yang lebih panjang.
  • Telur
    Jalak Bali mempunyai telur berbentuk oval berwarna hijau kebiruan dengan rata-rata diameter terpanjang 3 cm dan diameter terkecil 2 cm.

Musim Berbiak di Habitat

Di habitat (alam) Jalak Bali menunjukkan proses berbiak pada periode musim penghujan, berkisar pada bulan Nopember sampai dengan Mei. 5.

Habitat, Penyebaran dan Populasi

Habitat terakhir Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat hanya terdapat di Semenanjung Prapat Agung (tepatnya Teluk Brumbun dan Teluk Kelor). Hal ini menarik karena dalam catatan sejarah penyebaran Jalak Bali pernah sampai ke daerah Bubunan - Singaraja (± 50 km sebelah Timur kawasan.

Sumber :
- www.tnbalibarat.com, 
- www2.kompas.com, 
- www.bali-bird-park.com
- id.wikipedia.org/wiki/Jalak_Bali
Selengkapnya...

Read More...

Anjing Kintamani



Gambar: Anjing Kintaman
Anjing Kintamani adalah ras anjing yang berasal dari daerah pegunungan Kintamani, pulau Bali. Anjing yang memiliki sifat pemberani ini sudah lama mulai dibiakan sehingga dapat diakui oleh dunia internasional. Secara fenotipe Anjing Kintamani mudah dikenal, dapat dibandingkan dengan jelas antara Anjing Kintamani dengan anjing-anjing lokal yang ada, ataupun anjing hasil persilangan antara ras yang sama maupun persilangan lainnya.
Standar fenotipe Anjing Kintamani meliputi ciri-ciri umum, sifat-sifat umum, tinggi badan hingga ke gumba, dasar pigmentasi kulit, bentuk kepala, telinga, mata, hidung, gigi, bentuk leher, bentuk badan, kaki dan ekor mempunyai kesamaan. Perbedaannya pada distribusi warna bulu dan ditetapkan pada tanggal 16 Oktober 1994. Standar ini dipakai sebagai acuan dasar pada setiap kontes anjing dan pameran Anjing Kintamani dan telah mendapat pengakuan PERKIN (Dharma.M.N. Dewa; PudjiRahardjo; Kertayadnya I.G, 1994.).


Standarisasi

Untuk memperoleh standar Anjing Kintamani diperlukan pengamatan dan penelitian yang terus menerus dan berkelanjutan. Gambaran sementara yang dapat dilihat dari keunggulan Anjing Kintamani dari hasil pengamatan lapangan dan hasil pemuliabiakan pada Anjing Kintamani yang berbulu putih spesifik dapat diuraikan sebagai berikut:


Ciri-ciri umum

Anjing ini dapat digolongkan dalam kelompok anjing pekerja dengan ukuran sedang, memiliki keseimbangan tubuh dan proporsi tubuh yang baik dengan pertulangan kuat yang dibungkus oleh otot yang kuat, sebagai anjing pegunungan memiliki bulu yang panjang (moderat) dengan warna putih spesifik, hitam atau cokelat. Pengelompokan dalam sistem FCI, anjing Kintamani masuk dalam group V karena memiliki ciri-ciri anjing spitz dan tipe primitif seperti Chow Chow, Basenji, dan Samoyed.


Sifat-sifat umum

Anjing Kintamani memiliki sifat pemberani, tangkas, waspada dan curiga yang cukup tinggi. Merupakan anjing penjaga yang cukup handal, sebagai pengabdi yang baik terhadap pemiliknya, loyal terhadap seluruh keluarga pemilik dan tidak lupa pada pemilik atau perawatnya. Anjing Kintamani (Bali) suka menyerang anjing atau hewan lain yang memasuki wilayah kekuasaannya dan juga menggaruk-garuk tanah sebagai tempat perlindungan. Pergerakannya bebas, ringan dan lentur.


Bentuk kepala

Kepala bagian atas lebar dengan dahi dan pipi datar, moncong proporsional dan kuat terhadap ukuran bentuk kepala, rahang tampak kuat dan kompak, memiliki gigi-gigi kuat dengan gerakan gigi seperti menggunting, bibir berwama hitam atau cokelat tua. Telinganya tebal, kuat, berdiri berbentuk “V” terbalik dengan ujung agak membulat. Jarak antara kedua telinga cukup lebar, panjang telinga kurang lebih sama bila dibandingkan dengan jarak antara dasar dua telinga bagian dalam dengan sudut mata luar. Mata berbentuk lonjong seperti buah almond dengan bola mata berwarna cokelat gelap dan bulu mata berwarna putih. Hidung berwarna hitam atau coklat tua dan warna hidung ini sering berubah karena penambahan umur dan musim. Untuk mempercepat pengakuan dari Federasi Kinologi Internasional, dalam memenuhi persyaratan perlu upaya-upaya secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu upaya adalah meneliti hubungan antara stuktur dan profil DNA distribusi warna bulu putih spesifik secara genotip dengan fenotip warna bulu putih spesifik pada Anjing Kintamani.

Distribusi warna bulu pada Anjing Kintamani dapat dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu:
  1. Warna bulu putih sedikit kemerahan dengan warna coklat-kemerahan pada telinga, bulu di bagian belakang paha dan ujung ekornya.
  2. Warna hitam mulus atau dengan dada putih sedikit.
  3. Warna coklat muda atau cokiat tua dengan ujung moncong kehitaman, sering disebut oleh masyarakat sebagai warna Bang-bungkem.
  4. Warna dasar coklat atau coklat muda dengan garis-garis warna kehitaman, yang oleh masyarakat disebut warna poleng atau anggrek.

    Tinggi dan bentuk badan

    Anjing Kintamani jantan mempunyai tinggi 45 cm sampai 55 cm dan anjing betina 40 cm sampai 45 cm. Dengan warna bulu kebanyakan berwarna putih spesifik (sedikit kemerahan) dengan warna merah kecoklatan (krem) pada ujung telinga, ekor dan bulu di belakang paha. Warna lainnya adalah hitam mulus dan cokelat dengan moncong berwarna hitam (bangbungkem), pigmentasi kulit, hidung, bibir kelopak mata, skrotum, anus dan telapak kaki berwarna hitam atau cokelat gelap. Lehernya tampak anggun dengan panjang sedang, kuat dengan perototan yang kuat pula. Dada dalam dan lebar, punggung datar, panjangnya sedang dengan otot yang baik. Badan anjing betina relatif lebih panjang dari jantan. Anjing Kintamani (Bali) memiliki bulu krah (badong) panjang berbentuk kipas di daerah gumba, makin panjang bulu badong makin baik. Kaki agak panjang, kuat dan lurus jika dilihat dan depan atau belakang. Tumit tanpa tajir, gerakan kaki ringan. Ekor memiliki bulu yang bersurai, posisinya tegak membentuk sudut 45 derajat atau sedikit melengkung tetapi tidak jatuh atau melingkar di atas pinggang atau jatuh ke samping. Makin panjang bulu ekor makin baik.

    Pranala luar

    • (Indonesia) Standarisasi Anjing Kintamani-Bali
     Referensi
    • http://id.wikipedia.org/wiki/Anjing_Kintamani"

    Selengkapnya...

    Read More...

    Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus abelii)

    Orang utan Borneo adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan, kadang cokelat, yang hidup di Indonesia dan Malaysia.













    Orangutan Kalimantan  (Pongo pygmaeus abelii)
    Deskripsi
    Orangutan memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor. Orang utan berukuran 1-1,4 m untuk jantan, yaitu kira-kira 2/3 kali ukuran seekor gorila. Tubuh orang utan diselimuti rambut merah kecoklatan. Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi.Orang utan jantan memiliki pelipis yang gemuk. Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.

    Klasifikasi
    Orang utan termasuk hewan vertebrata, yang berarti bahwa mereka memiliki tulang belakang. Orang utan juga termasuk hewan mamalia dan primata. Orang utan saat ini merupakan binatang langka, karena manusia terus-menerus merusak habitat mereka dan seringkali pula menjual bayi-bayi mereka secara ilegal untuk dijadikan hewan peliharaan. Populasi orang utan di seluruh dunia sudah mencapai tingkatan langka. Saat ini telah dikembangkan suaka margasatwa untuk melestarikan populasi mereka di Indonesia dan Malaysia.


    Gambar: Orangutan Kalimantan  (Pongo pygmaeus abelii)
    Lokasi dan Habitat 
    Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl. Orangutan di Borneo yang dikategorikan sebagai ‘endangered’ oleh IUCN terbagi dalam tiga subspesies: Orangutan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo pygmaeus morio, diperkirakan secara total populasi liarnya di alam hanya 45.000 hingga 69.000. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam.

    Makanan
    Meskipun orang utan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari mereka hanya memakan tumbuhan. Makanan kesukaan orang utan adalah buah-buahan. Makanan lainnya antara lain:
    * Daun-daunan
    * Biji-bijian
    * Kulit kayu
    * Tunas tanaman (yang lunak)
    * Bunga-bungaan

    Selain itu mereka juga memakan serangga dan hewan-hewan kecil lainnya (seperti burung dan mamalia kecil). Orang utan bahkan tidak perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di antara cabang pohon.

    Predator
    Predator terbesar orangutan dewasa ini adalah manusia. Manusia (dalam bentuk lembaga/perusahaan tertentu) cenderung berniat untuk membabat habis/menggunduli habitat mereka (hutan hujan tropis). Beberapa orang lain bahkan memperjual-belikan mereka sebagai binatang peliharaan atau diselundupkan ke negara lain untuk menghasilkan uang dalam jumlah besar. Hal seperti ini membuat populasi orang utan terancam punah. Orang utan termasuk makhluk pemalu. Mereka jarang memperlihatkan dirinya kepada orang atau makhluk lain yang tak dikenalnya. Orang utan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orang utan dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun.

    Cara bergerak
    Orang utan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating. Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak dapat berenang.

    Sumber :
    http://east-borneo.net/kalimantan-timur/index.php/orangutan/124-orangutan-wikipedia
     






























































    Selengkapnya...

    Read More...

    Macan Tutul ( Panthera pardus ) ; Habitat dan Perilaku di Alam Bebas


    Gambar: Macan Tutul ( Panthera pardus )

    Habitat dan Penyebaran di Dunia

    Rumah kehidupan bagi P. pardus sebenarnya sangat beragam. Mulai dari rawa-rawa hutan tropis sampai gunung bebatuan dengan landscape berbukit-bukit. Hutan dataran rendah, hutan semak hingga padang pasir juga mampu dijelajahinya. Bahkan bangkai P. pardus pernah ditemukan di Gunung Kilimanjaro, Afrika dengan ketinggian 5.630 m dpl.
    Mengingat keanekaragaman habitat yang dimiliki oleh P. pardus, maka mereka juga akan berevolusi secara fisik, sehingga walaupun mereka satu spesies namun ada beberapa perbedaan kecil pada warna bulu dan bentuk fisik sesuai dengan perbedaan habitat yang mereka tempati.
    Penyebaran P. pardus mencakup wilayah yang sangat luas meliputi tiga benua yaitu, Asia, Eropa dan Afrika. Dibandingkan dengan sepupu lainnya, jenis ini ternyata tersebar paling luas di permukaan dunia. Namun kebanyakan dari mereka lebih sering dijumpai di belahan benua Asia. Di Eropa mereka dapat kita jumpai di Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol hingga di Rusia. Dimana populasi terbesar mereka di Eropa terdapat di Taman Nasional Kedrova Pad, Rusia. Sebagian besar populasi P. pardus saat ini labih banyak berada di Benua Asia, terutama di negara-negara India, Bangladesh, Srilangka, Pakistan, Bhutan, Nepal, Cina, Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Myanmar, Laos, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Indonesia tentunya. P. pardus yang hidup di Benua Afrika dapat dijumpai umumnya di Afrika Timur dan Afrika Tengah. Namun karena kondisi habitat yang rusak dan perburuan liar, populasi P. pardus saat ini hanya terkonsentrasi pada Taman-taman Nasional, Suaka Margasatwa dan Suaka Alam pada negara-negara tersebut.

    Deskripsi Fisik
    Bentuk fisik yang dimiliki P. pardus sangat beragam dan bervariasi antara satu dengan yang lain. Habitat merupakan faktor utama yang menentukan perbedaan-perbedaan tersebut. Warna P. pardus yang hidup di daerah hutan tropis dataran rendah yang lebat dan tertutup tajuk umumnya cenderung lebih gelap daripada yang hidup pada daerah yang lebih terbuka. Bulu macan ini umumnya berwarna dasar kuning pucat kecoklatan sampai kuning kemerahan, berikut tutul hitam besar kecil di sekujur tubuhnya. Bulu putih ada sedikit, biasanya di ujung ekornya yang panjang. Konon titik bulu putih itu berfungsi sebagai sinyal, agar anakan macan tutul mengikuti tutul putih itu saat menempuh perjalanan bersama induknya di semak belukar. Bahkan ada pula dari jenis ini yang nampak memiliki warna hitam polos dan biasa disebut dengan macan kumbang oleh masyarakat. Namun jika benar-benar diamati sesungguhnya P. pardus tersebut juga memiliki totol/ bintik-bintik hitam ditubuhnya. Selain itu P. pardus yang hidup di daerah tropis memiliki bulu yang lebih pendek dan halus ketimbang P. pardus yang hidup di daerah beriklim dingin dengan bulu yang lebih panjang dan kasar. Warna dan totol/ bintik-bintik hitam pada tubuh sangat penting artinya bagi P. pardus sebagai kamuflase di alam bebas. Oleh sebab itu sangat sulit mendeteksi keberadaannya di habitatnya. Totol/ bintik-bintik hitam pada tubuh tersebut mampu mengelabui setiap mangsanya, sehingga satwa ini merupakan jenis pemburu hebat yang sering sukses dalam setiap perburuannya. P. pardus yang hidup di daerah pegunungan dan perbukitan umumnya memiliki tubuh yang lebih besar dibanding dengan yang hidup pada dataran rendah. Tetapi umumnya panjangnya antara 90 - 150 cm dengan tinggi 60 - 95 cm dan  bobot badannya 40 - 60 kg. Dengan bentuk fisik yang memanjang dan elastis disangga keempat kakinya yang pendek dengan telapak lebar dan kuku yang lebar. Juga didukung dengan telinga yang pendek akan sangat menunjang kecepatan akselerasi dan mobilitasnya dalam berburu.

    Mangsa (Prey)
    P. pardus merupakan jenis karnivora yang hanya memakan daging. Dihabitatnya mangsa mereka bervariasi tergantung keadaan ekosistem dan jenis satwa mangsa yang banyak dijumpai oleh mereka. Jenis-jenis herbivora seperti seperti rusa, kijang, kambing hutan, kancil, babi hutan adalah mangsa utama mereka. Selain itu mereka juga memangsa jenis-jenis primata/ omnivora seperti kera dan beruk, juga binatang pengerat seperti tupai atau pun bajing. Ikan dan burung juga tak luput menjadi incaran mereka jika ada kesempatan. Bahkan dengan kemampuan berburunya yang luar biasa P. pardus juga mampu memangsa jenis-jenis karnivora lainnya seperti anjing hutan, kucing hutan dan ular. Terkadang mereka juga makan bangkai atau sisa-sisa makanan dari karnivora lainnya seperti harimau. Jika kesulitan mencari mangsa di habitat aslinya, mereka juga tidak segan-segan mengincar hewan ternak milik penduduk desa seperti ayam, kambing, anjing piaraan dan anak sapi. Bahkan manusia sendiri juga diserang pada kondisi yang sangat lapar atau terpaksa jika merasa terganggu atau disakiti.

    Perburuan
    ­Diantara sekian banyak jenis big cat, P. pardus merupakan jenis yang memiliki kemampuan terbaik dalam mengintai mangsanya. Pergerakannya sangat luwes dan tersembunyi, sehingga nyaris tidak terdeteksi oleh yang lain. P. pardus juga memiliki kemampuan memanjat pohon yang handal, mereka mampu turun dari pohon dengan kepala menghadap ke bawah. Walaupun satwa ini pandai berenang tetapi mereka tidak suka berendam lama atau berbaring di air seperti hal nya kerabat dekat mereka harimau. Sebagai binatang buas tamparan cakarnya, gerak sergapannya, gigitan taringnya, sungguh mengerikan. Di kehidupan liar diketahui mereka berburu sendirian, kadang berpasangan kalau lagi musim kawin, atau rombongan induk beserta beberapa ekor anak yang hampir dewasa. Biasanya anaknya berjalan di depan, setelah itu baru induknya. Kalau berburu, sang induk juga mengikuti dari belakang, namun jika ada mangsa dia yang akan menerkam duluan. Kemampuan berburu P. pardus yang baik selain ditunjang bentuk fisik yang ideal juga karena mereka dikaruniai pendengaran, penglihatan dan predator instinct yang sangat peka. Disaat akan menerkam mangsa mereka juga mengambil posisi dengan mengusungkan punggung, menekan rusuk di antara kedua pundaknya sehingga terlihat membusung dengan kepala ke bawah. Hal ini umumnya dilakukan oleh sebagian besar keluarga big cat  lainnya. Pada saat berburu, yang menjadi sasaran gigitannya adalah pada tengkuk, leher dan tenggorokan. Dalam perburuannya, macan ini amat cerdik. Mangsa itu sepertinya dipelajari perilakunya, kemudian diincar dan disergap kontan sampai mati di tempat. Mereka lebih sering menyerang dari belakang atau samping dengan mencengkram dan kemudian menggigit tenggorokan mangsanya. Macan ini tidak mau mengambil risiko berkelahi dulu baru membunuh. Korban dikoyak perutnya. Usus dan isi perut yang tak disukai, biasanya dibuang atau disingkirkan jauh. Kalau tak ada gangguan, korban yang masih segar langsung dimakan. Macan ini makan sambil duduk rebahan. Sisa mangsanya kemudian digondol jauh-jauh, atau diangkat ke pohon. Hasil buruan tersebut dibawa naik ke atas pohon untuk disantap ataupun disimpan terlebih dahulu di sana. Mereka mampu mengangkat hasil buruannya ke atas pohon hingga ketinggian 15 m, walaupun bobotnya lebih berat dan lebih besar ukuran tubuhnya daripada dirinya. Ini dilakukan agar hasil buruannya tersebut tidak dimakan oleh karnivora lainnya.

    Perilaku dan Kebiasaan
    Supercat ini termasuk kedalam kelompok satwa nocturnal yang aktif dimalam hari, namun pada siang hari jika cuaca mendung mereka juga sering berkeliaran dan melakukan perburuan. Tetapi pada umumnya perburuan tetap dilakukan dimalam hari. Kadang-kadang mereka ditemukan dalam kelompok 3 – 4 ekor, biasanya terdiri dari induk dan anak-anaknya ataupun berjalan dan berburu secara berpasangan. Namun sejatinya P. pardus merupakan jenis satwa yang soliter dan suka menyendiri. Satwa buas ini merupakan jenis satwa yang bersifat tetitori (menguasai daerah tertentu). Mereka hidup dalam home range atau teritori sekitar 5 - 15 km2. Macan jantan akan berkelana mencari pasangan dalam teritorinya masing-masing. Tiap daerah itu ditandai dengan cakaran di batang kayu, buang air kencing dan fecesnya.  Pada saat tidak berburu disiang hari, biasanya mereka tiduran di atas bebatuan atau semak-semak. Terkadang juga mereka bermalas-malasan di sebuah dahan pohon dengan ekor yang tergelantung bebas dan terjuntai kebawah.

    Perkembangbiakan dan Siklus Hidup
    Belum ada catatan yang jelas mengenai masa hidup dari satwa ini dalam habitat aslinya. Namun beberapa ilmuwan memperoleh informasi dari oknum masyarakat yang sering berburu satwa ini, bahwa masa hidup di habitat aslinya hanya mencapai  7 – 9 tahun. Sedangkan di luar habitat aslinya dapat mencapai 21 – 23 tahun. Masa hamil P. pardus sekitar 90 – 110 hari, sang induk akan membuat tempat tinggal dari semak belukar di dalam gua, celah bebatuan atau lubang pohon untuk melahirkan. Selama 6 – 7 hari pra melahirkan kondisi tubuh induk betina hangat seperti meriang. Proses melahirkannya memiliki tingkat mortalitas yang tinggi, umumnya dari 2 – 6 ekor anak yang dilahirkan, hanya hidup 1 – 2 ekor saja. Bayi-bayi macan tutul dilahirkan satu per satu dari induknya dalam keadaan yang sangat lemah, mereka baru bisa melihat setelah 10 hari kemudian. Warna ketika lahir memiliki sedikit totol dan cenderung keabu-abuan. Sedangkan jarak untuk melahirkan kembali berkisar 1 – 2 tahun. Memasuki usia 3 bulan anak P. pardus mulai mengikuti induknya berburu diluar sarangnya. Anakan macan ini baru akan tumbuh semua giginya ketika berusia 5 bulan dengan badan hampir sepantar induknya. Sang jantan kadang kala juga merawat anaknya.. Pada usia satu tahun mereka mulai belajar hidup mandiri. Namun demikian mereka masih bersama sang induk sampai usia 18 – 24 bulan. Mereka ini memasuki usia dewasa pada umur 3 - 4 tahun.

    Status Konservasi :
    *) CITES             : Appendix 1
    *) IUCN               : satwa langka
    *) U.S. MBTA      : Appendix 1
    *) U.S. ESA        : satwa langka

    Klasifikasi :
    *) Kingdom         : Animalia
    *) Phylum         : Chordata
    *) Class            : Mammalia
    *) Order            : Carnivora
    *) Family             : Felidae
    *) Subfamily       : Phanterinae
    *) Genus             : Phantera
    *) Species          : Phantera pardus
    *) Sub species   :

    Asal
    Sub species
    Asal
    Sub species
    Amur
    Cina Utara
    India
    Indonesia
    Sri Lanka
    Nepal
    Kashmir
    Baluchistan
    Persia Tengah
    Persia Utara
    Kaukasia
    Asia Kecil
    Sinai

    Afrika Utara
    Panthera pardus oriental
    P.p. japonensis
    P.p. fusca
    P.p. melas atau P.p. sondaica
    P.p. kotiya
    P.p. pernigra
    P.p. millardiistan
    P.p. sindica
    P.p. dathei
    P.p. saxicolor
    P.p. ciscaucasia
    P.p. tuliana
    P.p. jarvisi
    P.p. pardus
    Eritrea
    Afrika Timur
    Zanzibar
    Afrika Tengah
    Tanjung Afrika
    Uganda
    Afrika Barat
    Kongo

    P.p. antinorii
    P.p. suahelica
    P.p. adersi
    P. p. shortridgei
    P.p. melanotica
    P.p. chui
    P.p. leopardus
    P.p. ituriensi









    Referensi
    * http://arirakatama.multiply.com/tag/macan%20tutul
    * http://id.wikipedia.org/wiki/Macan_tutul
    * http://www.google.com Selengkapnya...

    Read More...